Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tinjauan Tentang Teori Konstruktivisme

Piaget merupakan salah satu tokoh psikologis kognitif atau konstruktivis. psikologis konstruktivis berupaya mengatasi kelemahan behavioristik. Piaget (Suherman, 2003:36) mengatakan bahwa dalam psikologi konstruktivis anak yang belajar akan membangun sendiri pengetahuannya sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.

Pengetahuan diperoleh dari tindakan, artinva perkembangan kognitif siswa sebagian besar bergantung pada seberapa jauh mereka memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungan. Siswa dalam proses belajar lebih banyak tergantung dari aktivitas mereka dan guru, lebih banyak berperan sebagi fasilitator.


Lebih jauh Piaget (Ratna Wilis Dahar, 1989: 40) menjabarkan implikasi teori kognitif pendidikan sebagai berikut:

  1. Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar terfokus pada hasilnya. Di samping mengutamakan kebenaran terhadap jawaban siswa, seorang guru juga harus memahami bagaimana proses yang  dialami oleh siswa sehingga mereka sampai pada jawaban tersebut. Sebagai seorang fasilitator, guru harus mampu menumbuh kembangkan pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dengan pengetahuan awal siswa melalui pemilihan pendekatan metode, strategi, dan model pembelajaran yang tepat.
  2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kelas, pembelajaran terhadap pengetahuan yang sudah jadi (ready made knowledge) kurang mendapat penekanan, anak lebih didorong untuk menemukan sendiri pengetahuan tersebut melalui interaksi-interaksi spontan dengan lingkungan.
  3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan kognitif siswa. Teori konstruktivis mengasumsikan bahwa siswa tumbuh dan berkembang melalui urutan vang sama, namun laju pertumbuhan setiap individu berbeda. Karena fenomena tersebut maka seorang guru harus berupaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang semula terdiri dari individu-individu menjadi kegiatan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil, kurangi kegiatan atau aktivitas dalam bentuk klasikal.


Menurut pandangan konstruktivisme, "pengetahuan dibangun di dalam pemikiran siswa". Tugas seorang pengajar menurut prinsip konstruktivis adalah sebagai mediator dan fasilitator yang membantu proses belajar siswa agar berjalan dengan baik. Tekanannya ada pada siswa, bukan pada pengajar.

Suparno (1997: 51) menjabarkan tugas pengajar sebagai berikut:

  1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung  jawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian;
  2. Memberi atau menyediakan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu siswa untuk mengekspresikan gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiahnya. Pengajar perlu menyediakan pengalaman konflik; 
  3. Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa masuk akal, atau tidak. Pengajar menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku atau tidak untuk menghadapi persoalan baru yang dikaitkan.


Dengan melihat pandangan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam teori konstruktivis akan membawa implikasi bahwa anak dalam belajar akan membangun sendiri pengetahuannya sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya. 

Dalam proses pembelajaran yang paling penting ditekankan adalah proses learning, bagaimana siswa dapat menerima dan memahami setiap materi yang diberikan oleh guru. Untuk itu peran siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran harus diutamakan.

Terdapat beberapa model pembelajaran yang berasosiasi dengan teori konstruktivis, diantaranya adalah:

  1. CBSA;
  2. Pendekatan Proses;
  3. Life Skills Education;
  4. Inquiry-Based Learning;
  5. Service Learnin;
  6. ProblemBased Learning, dan
  7. Cooperative Learning.