Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Prinsip - Prinsip Dasar Latihan Fisik

Seseorang yang akan meningkatkan kemampuan kondisi fisik, apalagi pelatih cabang olahraga dalam merencanakan program latihan kondisi fisik harus mengetahui faktor fisik yang memengaruhi perkembangan kondisi fisik dan prestasi atlet sebagai individu dan efek terhadap latihan yang diberikan. 

Agar program latihan kondisi fisik berjalan efektif, maka secara individu, atlet dan pelatih harus memperhatikan prinsip-prinsip latihan yang dapat digunakan sebagai tuntunan. 

Ada beberapa prinsip dasar program latihan yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Prinsip Beban Berlebih (The Overload Principles)

Prinsip pembebanan berlebih adalah penerapan pembebanan latihan yang semakin hari semakin meningkat, dengan kata lain pembebanan diberikan melebihi yang dapat dilakukan saat itu. Untuk mendapatkan efek latihan yang baik, maka organ tubuh harus diberi beban melebihi beban yang biasanya diterima dalam aktivitas sehari-hari. 

Beban yang diterima bersifat individual, tetapi pada prinsipnya diberi beban mendekati submaksimal hingga beban submaksimalnya. Prinsip beban berlebih dapat meningkatkan penampilan secara umum (Brooks dan Fahey, 1984; Fox, 1988). 

Prinsip pembebanan berlebih atau lebih dikenal dengan overload principle banyak disarankan oleh beberapa ahli sehingga prinsip ini merupakan prinsip yang mendasar dari prinsip-prinsip latihan. Prinsip ini menjelaskan bahwa kemajuan prestasi seseorang merupakan akibat langsung dari jumlah dan kualitas kerja yang dicapainya dalam latihan. Latihan yang dijalankan mulai awal berlatih sampai mencapai prestasi, beban kerja dalam latihannya ditingkatkan secara bertahap, dan disesuaikan dengan kemampuan fisiologis dan psikologis setiap individu. 

Sistem faali tubuh akan memberi respons terhadap rangsangan yang tepat, rangsangan yang diterima tubuh berulang-ulang akan menimbulkan adaptasi. Apabila adaptasi terjadi tubuh telah terbiasa dengan beban tersebut, maka tidak akan muncul peningkatan kapasitas lagi kecuali jika beban ditambah. Agar kemampuan fisik dan prestasi meningkat, harus berlatih dengan beban kerja yang lebih berat daripada yang mampu dilakukannya saat itu, atau dengan perkataan lain, senantiasa berusaha untuk berlatih dengan beban kerja yang ada di atas ambang rangsang kepekaannya (threshold of sensitivity). Lebih jelas diuraikan dalam program latihan.

2. Prinsip Beban Bertambah (Principle of Progressive Resistance)

Suatu prinsip peningkatan beban secara bertahap yang dilaksanakan di dalam suatu program latihan. Peningkatan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan beban, set, repetisi, frekuensi maupun lama latihan (Fox, 1988; Bowers, 1992). 

Dalam meningkatkan beban Hakkinen (1993) mengemuka kan, bahwa peningkatan beban yang tidak sesuai atau sangat tinggi dapat menurunkan pengaktifan sistem syaraf.

3. Prinsip Latihan Berurutan (The Principle of Arrangement Of Exercise)

Latihan hendaknya dimulai dari kelompok otot yang besar kemudian baru pada otot yang lebih kecil. Bawers (1992) mengemukakan bahwa hal tersebut berdasarkan alasan:

  1. otot kecil lebih cepat lelah;
  2. otot besar lebih mudah pelaksanaannya.

Jangan melakukan latihan secara berurutan pada kelompok otot yang sama, berilah jarak waktu yang cukup untuk periode pemulihan (recovery).

4. Prinsip Kekhususan (The Principle of Spesificity)

Hukum kekhususan adalah bahwa beban latihan yang alami menentukan efek latihan. Latihan harus secara khusus untuk efek yang diinginkan. Metode latihan yang diterapkan harus sesuai dengan kebutuhan latihan. Beban latihan menjadi spesifik ketika itu memiliki rasio latihan (beban terhadap latihan) dan struktur pembebanan (intensitas terhadap beban latihan) yang tepat. Intensitas latihan adalah kualitas atau kesulitan beban latihan. Mengukur intensitas tergantung pada atribut khusus yang dikembangkan atau diteskan. Kecepatan berlari diukur dalam meter per detik (m/dtk) atau langkah per detik (m/sec). Kekuatan diukur dalam pound, kilogram, atau ton. Lompat dan lempar diukur oleh tinggi, jarak, atau jumlah usaha. Intensitas usaha berdasarkan pada persentase usaha terbaik seseorang, seperti tergambar pada tabel berikut (menurut Freeman, 1991): 

Tabel 2.1  Intensitas pada Kekuatan dan Daya Tahan

Bouchard (1975) mengemukakan “Setiap fungsi (kualitas) yang spesifik masing - masingnya memerlukan latihan yang spesifik".

Sebelumnya Frederich (1969) menyatakan “Jika atlet bertujuan untuk meningkatkan kekuatan, atlet harus latihan kekuatan, jika atlet ingin mengembangkan daya tahan harus latihan daya tahan dan seterusnya". 

Fox (1992) mengemukakan, bahwa prinsip kekhususan mempunyai beberapa aspek, yaitu:

  1. Spesifik terhadap kelompok otot yang dilatih.
  2. Spesifik terhadap pola gerakan (movement pattern), walaupun sistem energi utamanya (predominant energy system) sama, tetapi pola gerakannya berbeda.
  3. Sistem energi utama (predominan energy system) sprinter berbeda dengan pelari merathon walaupun pola gerak serta kelompok otot yang terlibat sama.
  4. Sudut sendi (Joint-angkle). Sudut sendi harus diperhatikan khususnya pada latihan. Kalau latihan itu melibatkan satu sendi, maka tentukan sudut sendi sedemikian rupa, sehingga tidak melibatkan peranan sendi-sendi lainnya.
  5. Jenis kontraksi. Perlu diketahui bahwa kekuatan yang dihasilkan dengan kontraksi isotonik akan berbeda hasilnya kalau ditest dengan kontraksi isometrik, kontraksi isometrik dan kontraksi isokinetik demikian sebaliknya. Karena itu kalau olahraga yang kita tangani memerlukan kontraksi isokinetik maka latihan yang kita berikan idealnya juga kontraksi isokinetik.

5. Prinsip Individual (the Principle of Individuality)

Faktor individu harus diperhatikan, karena mereka pada dasarnya mempunyai karakteristik yang berbeda baik secara fisik maupun psikologis (Bompa, 1990). Setiap individu adalah pribadi yang unik, meskipun setiap individu merespons latihan yang sama tetapi akan mendapatkan hasil yang berbeda. 

Penyebab perbedaan ini antara lain adalah:

  1. Pengalaman masa lalu.
  2. Kemampuan individu yang berbeda.
  3. Komitmen individu yang berbeda.
  4. Bahkan perilaku keluarga dan pelatih akan menjadi penyebab individu menjawab latihan yang sama dengan hasil yang berbeda.

Faktor - faktor perbedaan individu itu mencakup:

  1. Bakat: kemampuan fisik dan mental setiap individu diwarisi dari kedua orangtuanya.\
  2. Kematangan: tubuh yang muda masih bertumbuh dan berkembang, artinya pada mereka yang muda energi yang ada untuk latihan jumlahnya tidak sebanyak jumlah energi yang ada pada mereka yang usia pertumbuhan dan perkembangannya sudah selesai.
  3. Nutrisi: adalah vital dan penting bagi atlet olahraga prestasi untuk mendapatkan makanan yang seimbang dengan kegiatan latihannya. Kalau nutrisi yang masuk tidak seimbang dengan kegiatan latihannya, hasil latihannya juga tidak akan efektif.
  4. Istirahat dan pemulihan: kalau kita melakukan program fisik yang panjang (berlangsung lama) atau acara pertandingan yang terpusat dan ketat, atlet membutuhkan istirahat dan tidur yang lebih lama dari yang biasanya. Mereka juga membutuhkn waktu yang lebih panjang untuk pemulihan, bahkan perlu diingat mungkin saja atlet A membutuhkan waktu pemulihan yang lebih panjang daripada atlet B.
  5. Tingkat kondisi fisik: setiap atlet akan datang ke tempat pelatihan dengan membawa tingkat kondisi fisik yang berbeda.
  6. Sakit dan kecederaan: kedua hal ini akan memengaruhi kesiapan atlet dalam melaksanakan dan menjawab latihan yang diberikan. Kalau salah satu atau kedua hal ini terjadi, sebaiknya diatasi sesegera mungkin.

6. Prinsip Pulih Asal (Recovery)

Pemulihan mengembalikan kondisi tubuh pada keadaan sebelum aktivitas, bertujuan; pemulihan cadangan energi, membuang asam laktat dari darah dan otot, dan pemulihan cadangan oksigen (Soekarman, 1991). 

Pemulihan merupakan adaptasi tubuh setelah berlatih selama periode latihan tertentu. Sesudah berlatih selama suatu periode latihan tertentu, bagian tubuh yang aktif, seperti otot, tendon dan ligamen membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri terhadap tekanan latihan. Tubuh akan melakukan penyesuaian secara perlahan dan bertahap. Jadi jika ada seseorang setelah latihan fisik atau pelatih yang berusaha mempercepat proses penyesuaian ini sebenarnya dia membawa atletnya ke kemungkinan terjadinya cedera atau sakit.

Pelaku olahraga seperti atlet dan pelatih seharusnya memulai proses penyesuaian pada atletnya dengan memberikan beban latihan sesuai dengan batas-batas kemampuan kondisi fisik. Peningkatan beban latihan disesuaikan dengan perkembangan kondisi fisik yang terjadi. 

Penyesuaian tubuh yang terjadi terlihat pada:

  1. Membaiknya fungsi-fungsi peredaran darah, pernapasan dan jantung.
  2. Kekuatan otot dan daya tahan kekuatan otot yang lebih baik.
  3. Tulang-tulang, tendon dan ligamen yang lebih kuat.
  4. Beban latihan yang bertambah.

7. Prinsip Kembali Asal (The Principle of Reversibility)

Hasil peningkatan kualitas fisik akan menurun kembali apabila tidak dilakukan latihan dalam jangka waktu tertentu o1eh karena itu, kesinambungan suatu latihan dalam hal ini mempunyai peranan yang sangat penting (Hazeldine, 1989). Proses untuk mencapai jenjang prestasi puncak memerlukan waktu yang panjang dan perjuangan yang berat, sesuai yang dikemukakan Bompa (1990) sebagai berikut:

“Training above everything, is a systematic athe letic activity of long duration, progressively and individually graded, aiming at modeling the human’s physiological and psychological functions to meet demanding tasks”.

Berarti dari kutipan di atas, untuk mencapai prestasi puncak, latihan fisik harus secara teratur berkesinambungan dengan mengikuti suatu program yang sistematik progresif bersifat individual, serta menghasilkan rangsangan progresif terhadap fisiologis dan psikologis.

Prinsip kembali asal, menganjurkan untuk melakukan latihan yang jelas tujuannya karena jika tidak dilakukan maka kemampuan fisik atau keterampilan itu tidak akan dimiliki. Adaptasi tubuh yang terjadi karena latihan keras yang dilakukan adalah contoh kasus reversibility. Artinya kemampuan (keterampilan teknik atau kemampuan fisik) akan hilang jika menghentikan aktivitas latihan. 

Jika menghentikan latihan selama 1/3 dari waktu yang dibutuhkan untuk mencapai apa yang sudah dimiliki saat ini, dapat dipastikan akan kehilangan apa yang selama ini sudah dicapai. Hal ini terjadi terutama pada kemampuan daya tahan. Kekuatan menurun dalam kurun waktu yang relatif lebih lama, tetapi latihan yang berkurang dapat mengakibatkan athropi(pengecilan) otot. 

8. Prinsip Variasi (Variation)

Seseorang yang berlatih meningkatkan kemampuan fisik, atlet dan pelatih harus dapat menyiapkan latihan yang bervariasi dengan tujuan yang sama untuk menghindari kebosanan dan kejenuhan latihan. Kemampuan ini penting agar motivasi dan rangsangan minat berlatih tetap tinggi. 

Adapun variasi latihan adalah sebagai berikut:

  1. Sesi latihan yang keras harus diikuti oleh sesi latihan yang mudah/ ringan.
  2. Kerja keras harus diikuti oleh istirahat dan pemulihan.
  3. Latihan yang berlangsung lama harus diikuti oleh sesi latihan yang berlangsung singkat.
  4. Latihan dengan intensitas tinggi diikuti oleh latihan yang memberikan relaksasi.
  5. Berlatihlah di tempat latihan yang berbeda, pindah tempat latihan,
  6. Rencanakanlah pertandingan persahabatan.
  7. Latihlah atlet dari/dengan berbagai aspek prestasi.

Sebagai pelatih yang efektif anda harus bisa memvariasikan isi dan gaya melatih dalam sesi latihan dengan menyediakan kegiatan dan bentuk latihan yang menantang.