Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Konsep Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Solving)

Selama siswa belajar di sekolah, dia akan dihadapkan pada soalsoal untuk dipecahkan dan diatasi (problem solving). Tugas mencari penyelesaian atas suatu soal yang pemecahannya belum diketahui malah merupakan suatu pengalaman di sekolah yang dirancang oleh tenaga pengajar. 

Setelah tamat pendidikan sekolah, orang masih tetap akan dihadapkan pada macam-macam persoalan yang harus diatasi; diharapkan bahwa pengalaman di sekolah akan membantu dalam mencari suatu penyelesaian.

Para psikolog kognitif menaruh banyak perhatian pula pada proses menghadapi dan mengatasi suatu soal dengan menggunakan kemampuan berpikir (problem solving). Berkat kemajuan dalam teknologi elektronika dimungkinkan sekarang untuk merancang studi penelitian mengenai berbagai aspek dalam bergulat mengatasi suatu problem. 

Meskipun demikian, masih banyak hal yang belum sepenuhnya jelas, sehingga belum dapat diberikan petunjuk yang pasti kepada tenaga pengajar tentang bagaimana sebaiknya meningkatkan kemahiran siswa dalam menyelesaikan suatu problem. Namun, dapat disajikan suatu cara memandang atau suatu model berpikir tentang menghadapi dan mengatasi persoalan, dan dari situ menunjukkan beberapa tindakan instruksional untuk disarankan kepada tenaga pengajar. 

Menurut Wina Sanjaya (2006: 213) strategi pembelajaran berbasis masalah dapat dilihat dari 3 aspek, yaitu: 

  1. aspek psikologi belajar, 
  2. aspek filosofis, dan 
  3. aspek konteks perbaikan kualitas pendidikan. 


Dilihat dari aspek psikologi belajar Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah bersandarkan kepada psikologi kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Belajar bukan semata-mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya. 

Melalui proses ini sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh. Artinya, perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor melalui penghayatan secara internal akan problema yang dihadapi.

Ditinjau dari aspek filosofis tentang fungsi sekolah sebagai arena atau wadah untuk mempersiapkan anak didik agar dapat hidup di masyarakat, maka Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan strategi yang memungkinkan dan sangat penting untuk dikembangkan. 

Hal ini disebabkan pada kenyataannya setiap manusia akan selalu dihadapkan kepada masalah. Dari mulai masalah yang sederhana sampai kepada masalah yang komplek; dari mulai masalah pribadi sampai kepada masalah keluarga, masalah sosial kemasyarakatan, masalah negara sampai kepada masalah dunia. 

Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah inilah diharapkan dapat memberikan latihan dan kemampuan setiap individu untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya. 

Ditinjau dari konteks perbaikan kualitas pendidikan, maka Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran. Kita menyadari selama ini kemampuan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah kurang diperhatikan oleh setiap guru. 

Akibatnya, manakala siswa menghadapi masalah, walaupun masalah itu dianggap sepele, banyak siswa yang tidak dapat menyelesaikannya dengan baik. Tidak sedikit siswa yang mengambil jalan pintas, misalnya dengan mengonsumsi obat-obat terlarang atau bahkan bunuh diri hanya gara-gara ia tidak sanggup memecahkan masalah.

Dalam pelaksanaan metode pembelajaran berbasis pemecahan masalah ini para siswa dihadapkan kepada suatu masalah atau masalah-masalah dan mereka diharuskan mencari sendiri cara pemecahan atau penyelesaiannya. Hal itu akan mendorong para siswa untuk belajar melakukan analisis dan kemudian sintesis setelah kunci pemecahan masalah itu ditemukan.

Metode pembelajaran yang berbasis  pemecahan masalah  sudah jelas mencoba membimbing para siswa agar mampu berpikir logis, dapat menemukan sebab akibat, dan menemukan kunci permecahan masalah serta menyimpulkannya menjadi suatu jawaban yang diharapkan. Mendidik para siswa untuk mau menggunakan akalnya sendiri dan bukan hanya dapat menerima sesuatu dari orang lain merupakan suatu cara yang harus dikembangkan dalam pembaharuan dan penyempurnaan pendidikan pada umumnya dan metode mengajar pada khususnya di sekolah.

Melihat model  pembelajaran berbasis pemecahan masalah akan dapat merangsang dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk atas inisiatif sendiri mampu melakukan analisis dan sintesis terhadap persoalan yang dihadapi sehingga diperoleh penyelesaiannya. 

Maka jelas bahwa untuk dapat melakukan analisis diperlukan terlebih dahulu suatu usaha pengumpulan data. Kemudian diperlukan kemampuan untuk melihat relasi antara data yang telah terkumpulkan atau dengan kata lain mencari sebab akibat antara data yang terkumpul. Setelah itu mempradugakan suatu pendapat yang biasa disebut “hipotesis”. Kemudian menguji kebenaran hipotesis dengan mengolah data yang diperoleh. Dan akhirnya, menarik kesimpulan atau membuat suatu sintesis. 

Cara berfikir seperti yang dilalui di atas biasanya dinamakan “berfikir secara ilmiah”. Cara semacam itu mengikuti jenjang-jenjang tertentu untuk sampai pada pemecahan masalahnya. Cara berpikir semacam itu, walaupun terasa agak lama, menghasilkan suatu kesimpulan atau pendapat yang diyakini kebenarannya karena seluruh proses pemecahan masalah diikuti, diteliti dan dikontrol mulai dari data pertama sampai yang terakhir. Demikian pula dengan proses analisis dan sintesisnya. Nyata bahwa metode mengajar  berbasis pemecahan masalah ini menuntut suatu cara bekerja yang sistimatis.